Dua Puluh Empat dan Wanita Pencerita


“Kamu hati-hati ya, Dek!”

Ya. Seperti itulah yang kau ucapkan ketika kita hendak berpisah. Kalimat tersebut selalu diakhiri oleh senyum khas darimu. Tetapi, sudah lama aku tidak mendengar itu. Kapan terakhir kita bertemu? Entah.

Rasanya baru kemarin kita sama-sama bertukar cerita tentang hidup. Aku ingat saat kau bercerita yang menurutku cukup membuat dirimu terluka. Namun kau menceritakannya seolah tak ada luka yang kau rasa. Dasar wanita periang.

Atau saat kau bercerita, sewaktu SMA kau pernah mengenakan baju sexy saat prom? Itu lucu. Kau seolah ingin aku percaya. Banyak sekali ceritamu. Kau memang wanita pencerita.

Mbak, apa kabar? Banyak rindu di sini. Kau kenal rindu? Mereka itu yang membuatku hampir menangis saat mengingatmu. Mereka jahat. Terkadang mereka datang tidak mengenal waktu. Ingin sekali membuang mereka semua. Kalau kita bertemu, akan aku ajak mereka. Kau boleh memarahi mereka. Mereka takut dengan wajah judesmu itu, Mbak.

Aku ingat saat aku sedang berada di bawah, aku tidak percaya dengan diriku bahkan semua orang menganggapku rendah, kau ada di sampingku untuk menguatkanku. Tidak perduli apa kata orang tentangku. Lama atau tidaknya kita saling mengenal, bukan masalah untukku. Karena kau telah membuka pandanganku.

Apa kau masih ingat sewaktu kau mengajariku untuk selalu ikhlas? Ikhlas dalam apapun. Karena katamu, ilmu ikhlas adalah ilmu yang paling sulit untuk dipelajari. Tentunya, aku akan selalu ingat itu.

Mbak, apa saja yang sedang kau inginkan? Coba kau sebutkan. Oh, tidak. Aku tidak akan memberimu semua itu. Aku hanya akan meng-aamiin-kan saja. Bukan kah setiap perkataan itu adalah doa? Ya. Aku selalu percaya itu. Kau harus percaya. Setelah kau percaya, maka kau akan berusaha untuk mendapatkannya.

Selamat menempuh dua puluh empat, Mbak. Sekiranya, doa yang telah terucap dapat menembus langit ke tujuh untuk disampaikan kepada Semesta.

Ah. Sudah saatnya aku pamit. Aku tidak ingin terlalu menyanjungmu. Nanti kau besar kapala. Jadi, kapan kau akan memarahi semua rindu dan membiarkan mereka menjauh hingga tidak ada lagi sekat pemisah antara kita?

Aku tunggu jawabmu.

 

Adikmu,

Abiseka.

 

Leave a comment